About

Minggu, 29 Agustus 2010

I'tikaf yuuuukkk.......

I'TIKAF (BerDiam Diri)

2006-10-15 00:00:00
Oleh: Kontributor

Rahmat Alloh Subhanahu wa Ta'ala men-syariatkan berdiam diri di Masjid di Bulan Romadhon (i'tikaf) berdasarkan maslahah (kebaikan yang akan diperoleh) hingga seorang hamba dapat mengambil manfaat dari amalan tersebut baik di dunia maupun di akhirat. Tidak akan merusak dan memutuskannya (jalan) hamba tersebut dari (memperoleh) kebaikannya di dunia maupun di akhirat kelak.

Dan disyariatkannya i'tikaf bagi mereka yang mana maksudnya serta ruhnya adalah berdiamnya hati kepada Alloh Subhanahu wa Ta'ala dan kumpulnya hati kepada Alloh Subhanahu wa Ta'ala, berkhalwat dengan-Nya dan memutuskan (segala) kesibukan dengan makhluk, hanya menyibukkan diri kepada Allah semata. Hingga jadilah mengingat-Nya, kecintaan dan penghadapan kepada-Nya sebagai ganti kesedihan (duka) hati dan betikan-betikannya, sehingga ia mampu mencurahkan kepada-Nya, dan jadilah keinginan semuanya kepadanya dan semua betikan-betikan hati dengan mengingat-Nya, bertafakur dalam mendapatkan keridhaan dan sesuatu yang mendekatkan dirinya kepada Alloh. Sehingga bermesraan ketika berkhalwat dengan Alloh Subhanahu wa Ta'ala sebagai ganti kelembutannya terhadap makhluk, yang menyebabkan dia berbuat demikian adalah karena kelembutannya tersebut kepada Alloh pada hari kesedihan di dalam kubur manakala sudah tidak ada lagi yang berbuat lembut kepadanya, dan (manakala) tidak ada lagi yang dapat membahagiakan (dirinya) selain daripada-Nya, maka inilah maksud dari i'tikaf yang agung itu" (Zaadul Ma'ad 2/86-87)

Makna I'tikaf
Yaitu berdiam (tinggal) di atas sesuatu, dapat dikatakan bagi orang-orang yang tinggal di masjid dan menegakkan ibadah di dalamnya sebagai mu'takif dan 'Akif. (Al-Mishbahul Munir 3/424 oleh Al-Fayumi, dan Lisanul Arab 9/252 oleh Ibnu Mandhur)

Disyari'atkannya I'tikaf
Disunnahkan pada bulan Romadhon dan bulan yang lainya sepanjang tahun. Telah shahih bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beritikaf pada sepuluh (hari) terakhir bulan SyawwalDan Umar pernah bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang artinya: "Wahai Rasululloh, sesungguhnya aku ini pernah bernadzar pada zaman jahiliyah (dahulu), (yaitu) aku akan beritikaf pada malam hari di Masjidil Haram'. Beliau menjawab :Tunaikanlah nadzarmu". Maka ia (Umar Radhiyallahu 'anhu) pun beritikaf pada malam harinya" (HR: Bukhari 4/237 dan Muslim 1656)

Yang paling utama (yaitu) pada bulan Romadhon beradasarkan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu (bahwasanya) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sering beritikaf pada setiap Ramadhan selama sepuluh hari dan manakala tibanya tahun yang dimana beliau diwafatkan padanya, beliau (pun) beritikaf selama dua puluh hari. (HR: Bukhari 4/245)

Dan yang lebih utama yaitu pada akhir bulan Romadhon karena Nabi ShallAllohu ‘alaihi wa sallam seringkali beritikaf pada sepuluh (hari) terakhir di bulan Romadhon hingga Alloh Yang Maha Perkasa dan Mulia mewafatkan beliau. (HR: Bukhari 4/266 dan Muslim 1173 dari Aisyah)

Syarat-Syarat I'tikaf
Tidak disyari'atkan kecuali di masjid, berdasarkan firman-Nya Ta'ala, yang artinya: "Dan janganlah kamu mencampuri mereka itu sedangkan kamu beritikaf di dalam masjid" (QS: Al-Baqarah: 187)
Dan masjid-masjid disini bukanlah secara mutlak (seluruh masjid ,-pent), tapi telah dibatasi oleh hadits shahih yang mulai (yaitu) sabda beliau ShallAllohu ‘alaihi wa sallam, yang artinya: "Tidak ada I'tikaf kecuali pada tiga masjid (saja)"

Dan sunnahnya bagi orang-orang yang beritikaf (yaitu) hendaknya berpuasa sebagaimana dalam (riwayat) Aisyah RadhiyAllohu 'anha yang telah disebutkan.

Perkara-Perkara Yang Boleh Dilakukan
Diperbolehkan keluar dari masjid jika ada hajat, boleh mengeluarkan kepalanya dari masjid untuk dicuci dan disisir (rambutnya). Aisyah RadhiyAllohu 'anha berkata. "Dan sesungguhnya Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wa sallam pernah memasukkan kepalanya kepadaku, padahal beliau sedang itikaf di masjid (dan aku berada di kamarku) kemudian aku sisir rambutnya (dalam riwayat lain : aku cuci rambutnya) [dan antara aku dan beliau (ada) sebuah pintu] (dan waktu itu aku sedang haid) dan adalah Rasululloh tidak masuk ke rumah kecuali untuk (menunaikan) hajat (manusia) ketika sedang I'tikaf"
Orang yang sedang Itikaf dan yang yang lainnya diperbolehkan untuk berwudhu di masjid berdasarkan ucapan salah seorang pembantu Nabi ShallAllohu ‘alaihi wa sallam, yang artinya: "Nabi ShallAllohu ‘alaihi wa sallam berwudhu di dalam masjid dengan wudhu yang ringan" (Dikeluarkan oleh Ahmad 5/364 dengan sanad yang shahih)
Dan diperbolehkan bagi orang yang sedang I'tikaf untuk mendirikan tenda (kemah) kecil pada bagian di belakang masjid sebagai tempat dia beri'tikaf, karena Aisyah RadhiyAllohu 'anha (pernah) membuat kemah (yang terbuat dari bulu atau wool yang tersusun dengan dua atau tiga tiang) apabila beliau beri'tikaf dan hal ini atas perintah Nabi ShallAllohu ‘alaihi wa sallam. (Sebagaimana dalam Shahih Muslim 1173)
Dan diperbolehkan bagi orang yang sedang beritikaf untuk meletakkan kasur atau ranjangnya di dalam tenda tersebut, sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Umar RadhiyAllohu ‘anhuma bahwa Nabi ShallAllohu ‘alaihi wa sallam jika i'tikaf dihamparkan untuk kasur atau diletakkan untuknya ranjang di belakang tiang At-Taubah.

I'tikafnya Wanita Dan Kunjungannya Ke Masjid

Diperbolehkan bagi seorang isteri untuk mengunjungi suaminya yang berada di tempat i'tikaf, dan suami diperbolehkan mengantar isteri sampai ke pintu masjid. Shafiyyah RadhiyAllohu 'anha berkata, yang artinya: "Dahulu Nabi ShallAllohu ‘alaihi wa sallam (tatkala beliau sedang) i'tikaf [pada sepuluh (hari) terkahir di bulan Romadhon] aku datang mengunjungi pada malam hari [ketika itu di sisinya ada beberapa isteri beliau sedang bergembira ria] maka aku pun berbincang sejenak, kemudian aku bangun untuk kembali, [maka beliaupun berkata : jangan engkau tergesa-gesa sampai aku bisa mengantarmu] kemudian beliaupun berdiri besamaku untuk mengantar aku pulang, -tempat tinggal Shafiyyah yaitu rumah Usamah bin Zaid- [sesampainya di samping pintu masjid yang terletak di samping pintu Ummu Salamah] lewatlah dua orang laki-laki dari kalangan Anshar dan ketika keduanya melihat Nabi ShallAllohu ‘alaihi wa sallam, maka keduanyapun bergegas, kemudian Nabi-pun bersabda : "Tenanglah, ini adalah Shafiyah binti Huyaiy", kemudian keduanya berkata : 'SubhanahAlloh (Maha Suci Alloh) ya Rasullullah". Beliaupun bersabda : "Sesungguhnya syaitan itu menjalar (menggoda) anak Adam pada aliran darahnya dan sesungguhnya aku khawatir akan bersarangnya kejelakan di hati kalian -atau kalian berkata sesuatu"
Seorang wanita boleh i'tikaf dengan didampingi suaminya ataupun sendirian. berdasarkan ucapan Aisyah RadhiyAllohu 'anha: "Nabi ShallAllohu ‘alaihi wa sallam i'tikaf pada sepuluh hari terakhir pada bulan Romadhon sampai Alloh mewafatkan beliau, kemudian isteri-isteri beliau i'tikaf setelah itu". [Telah lewat takhrijnya]

Berkata Syaikh kami (yakni Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani Rahimahullah, -pent): "Pada atsar tersebut ada suatu dalil yang menunjukkan atas bolehnya wanita i'tikaf dan tidak diragukan lagi bahwa hal itu dibatasi (dengan catatan) adanya izin dari wali-wali mereka dan aman dari fitnah, berdasarkan dalil-dalil yang banyak mengenai larangan berkhalwat dan kaidah fiqhiyah. "Menolak kerusakan lebih didahulukan daripada mengambil manfaat"

(Sumber Rujukan: Diadaptasi dari dari Kitab Sifat Shaum Nabi ShallAllohu ‘alaihi wa sallam Fii Romadhon, oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid)


courtesy of ww.mediamuslim.info